Langsung ke konten utama

TUGAS TERSTRUKTUR 02 : DIAH RESTI ASTUTI E07



PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN SINGAPURA

Anggota:

  1. Siti Aulia (43125010203)

  2. Diah Resti Astuti (43125010204)

  3. Denisto Perkasa Triatmayanto (43125010207)

  4. Nur Hidayah (43125010210

  5. Nadya Soraya Balqist (43125010212)


  1. PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi dan kompetisi antarnegara yang semakin ketat, setiap negara dituntut untuk meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan, efisiensi ekonomi, serta pelayanan publik untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara memiliki kondisi geografis, politik, ekonomi, dan sosial yang sangat beragam, termasuk Indonesia dan Singapura. Kedua negara ini seringkali dijadikan objek perbandingan karena meskipun secara geografis sangat berdekatan, namun memiliki capaian pembangunan yang sangat berbeda.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau dan jumlah penduduk mencapai lebih dari 270 juta jiwa. Keberagaman budaya, agama, serta kondisi geografis yang kompleks menjadikan pembangunan di Indonesia memiliki tantangan tersendiri, terutama dalam hal pemerataan infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan publik. Sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensial dengan konstitusi UUD 1945 yang telah mengalami beberapa kali amandemen sebagai bentuk penyempurnaan sistem demokrasi yang dijalankan. Sumber daya alam yang melimpah menjadi keunggulan Indonesia, namun pengelolaannya masih menghadapi hambatan struktural seperti korupsi, inefisiensi birokrasi, dan ketimpangan antar wilayah (Apriliyani et al., 2023).

Berbeda halnya dengan Singapura, yang merupakan negara kota dengan luas wilayah hanya sekitar 728 km² dan jumlah penduduk sekitar 5,7 juta jiwa. Meskipun memiliki keterbatasan sumber daya alam, Singapura berhasil menjelma menjadi salah satu negara paling maju di dunia dalam waktu yang relatif singkat sejak kemerdekaannya pada tahun 1965. Dengan sistem pemerintahan parlementer dan orientasi pembangunan yang berfokus pada efisiensi, teknologi, dan sumber daya manusia, Singapura dikenal sebagai pusat keuangan dan perdagangan global yang stabil, aman, dan transparan. Sistem hukum common law yang diterapkan memberikan kepastian hukum yang tinggi, mendorong masuknya investasi asing, serta memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara (Saleh et al., 2022).

Perbedaan mencolok juga terlihat pada sektor pendidikan. Singapura berhasil mengembangkan sistem pendidikan yang kompetitif dan berstandar internasional, yang ditopang oleh kurikulum berbasis sains dan teknologi serta sistem evaluasi yang ketat. Sementara itu, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal pemerataan akses pendidikan, kualitas guru, serta kesenjangan sarana dan prasarana antar wilayah, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan (Harumawati et al., 2022; Dalimunthe et al., 2024). Hal ini berdampak pada kualitas sumber daya manusia dan daya saing global Indonesia di berbagai sektor.

Dari segi ekonomi, Singapura menerapkan kebijakan ekonomi terbuka yang sangat mendukung iklim usaha dan investasi, sedangkan Indonesia meskipun memiliki potensi pasar domestik yang besar, masih menghadapi berbagai hambatan regulasi dan struktural yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kemudahan berusaha, indeks persepsi korupsi, hingga kualitas infrastruktur menjadi indikator yang sering digunakan dalam membandingkan efektivitas tata kelola pemerintahan di kedua negara (Kosim, n.d.; Suryadinata & Dharma Negara, 2025).

Perbandingan antara Indonesia dan Singapura menjadi menarik dan penting untuk dikaji tidak hanya dalam konteks menilai kelebihan dan kekurangan masing-masing negara, namun juga dalam rangka mencari inspirasi kebijakan dan pendekatan strategis yang dapat diterapkan di Indonesia. Dengan memahami faktor-faktor yang mendukung kemajuan Singapura dan tantangan yang dihadapi Indonesia, maka pemerintah, akademisi, dan masyarakat dapat lebih objektif dalam merumuskan kebijakan yang adaptif, inovatif, dan berbasis data. Studi perbandingan ini diharapkan dapat menjadi kontribusi dalam memperkaya literatur akademik mengenai tata kelola negara, serta menjadi dasar bagi pengambilan kebijakan yang lebih baik demi kemajuan bangsa Indonesia.

  1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Menganalisis perbedaan sistem pemerintahan dan tata kelola negara antara Indonesia dan Singapura, khususnya dalam hal efektivitas birokrasi, stabilitas politik, dan penegakan hukum.

  2. Membandingkan kebijakan pembangunan ekonomi yang diterapkan di Indonesia dan Singapura, termasuk strategi pengelolaan sumber daya, penciptaan iklim investasi, serta pembangunan infrastruktur.

  3. Mengkaji kualitas dan sistem pendidikan di kedua negara sebagai indikator utama dalam membentuk sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing global.

  4. Menelaah faktor-faktor kultural, sosial, dan historis yang memengaruhi perbedaan capaian pembangunan antara Indonesia dan Singapura.

  5. Mengidentifikasi praktik-praktik kebijakan publik dari Singapura yang relevan dan berpotensi untuk diadopsi atau disesuaikan dengan konteks Indonesia guna mendorong perbaikan di berbagai sektor strategis.

  1. Metode Kajian

Penulisan makalah ini menggunakan metode studi kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research). Data dan informasi yang digunakan berasal dari berbagai sumber literatur yang relevan, seperti jurnal ilmiah, artikel akademik, buku referensi, laporan lembaga internasional (seperti World Bank dan OECD), serta dokumen resmi dari lembaga pemerintahan yang dapat diakses secara publik.

Proses penulisan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

  1. Pengumpulan data sekunder, yaitu informasi yang diperoleh melalui telaah terhadap literatur dan dokumen-dokumen terkait topik perbandingan antara Indonesia dan Singapura, baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, maupun aspek sosial lainnya.

  2. Analisis perbandingan (comparative analysis), yaitu dengan membandingkan sistem, kebijakan, serta capaian pembangunan antara kedua negara untuk mengidentifikasi perbedaan, kesamaan, kelebihan, serta tantangan masing-masing.

  3. Interpretasi data, dilakukan dengan menafsirkan temuan-temuan dari sumber pustaka untuk menarik kesimpulan yang mendalam dan objektif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau keterlambatan pembangunan di masing-masing negara.

Metode ini dipilih karena sesuai untuk menjawab rumusan masalah yang bersifat konseptual dan analitis, serta bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif melalui data dan pemikiran yang sudah ada, tanpa melakukan eksperimen atau survei lapangan secara langsung.

  1. PROFIL SISTEM PEMERINTAH INDONESIA

Indonesia merupakan negara kesatuan berbentuk republik dengan sistem pemerintahan presidensial. Landasan konstitusionalnya adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menjadi hukum tertinggi dan mengatur struktur pemerintahan, hak warga negara, serta prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Pemerintahan dijalankan oleh tiga lembaga utama, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat setiap lima tahun. Presiden bertugas menjalankan pemerintahan dan menetapkan kebijakan nasional. Lembaga legislatif terdiri dari DPR, DPD, dan MPR. DPR berfungsi membuat undang-undang, mengawasi pemerintah, dan menyusun anggaran. DPD mewakili kepentingan daerah, sedangkan MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD. Lembaga yudikatif meliputi Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY), yang bertugas menegakkan hukum dan menjaga integritas peradilan.

Indonesia juga menerapkan sistem desentralisasi melalui otonomi daerah, di mana pemerintah provinsi dan kabupaten/kota memiliki kewenangan mengatur urusan masing-masing wilayah. Sistem pemilihan umum dilaksanakan secara langsung oleh rakyat setiap lima tahun, mencakup pemilihan presiden, anggota legislatif, serta kepala daerah, dan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Asas-asas utama dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia meliputi kedaulatan rakyat, negara hukum, pemilu yang bebas dan adil, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

  1. PROFIL SISTEM PEMERINTAH INDONESIA DENGAN SINGAPURA

Indonesia dan Singapura adalah dua negara di Asia Tenggara yang memiliki sistem pemerintahan berbeda, yang mencerminkan sejarah, budaya politik, dan konstitusi masing-masing negara.

Indonesia menganut sistem pemerintahan republik dengan bentuk pemerintahan presidensial. Kepala negara sekaligus kepala pemerintahan adalah Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu setiap lima tahun. Dalam sistem ini, presiden memiliki kekuasaan eksekutif penuh, namun tetap diawasi oleh lembaga legislatif (DPR dan DPD) dan yudikatif (MA, MK, KY). Sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan pada UUD 1945, dan negara ini menjunjung tinggi prinsip demokrasi Pancasila, yang menekankan musyawarah, keadilan sosial, dan kedaulatan rakyat.

Sementara itu, Singapura menganut sistem pemerintahan republik parlementer yang mengadopsi banyak unsur dari sistem Westminster (Inggris). Kepala negara adalah Presiden, namun perannya lebih bersifat seremonial. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri yang memimpin kabinet dan dipilih dari partai mayoritas di parlemen. Sistem ini memberikan peran besar kepada parlemen dan partai politik dalam menjalankan roda pemerintahan. Meskipun pemilu diadakan secara rutin, Singapura dikenal dengan stabilitas politik yang tinggi dan dominasi satu partai besar, yaitu People's Action Party (PAP), sejak kemerdekaannya.

Secara umum, perbedaan utama terletak pada bentuk hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif. Di Indonesia, presiden tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen kecuali melalui proses impeachment, sedangkan di Singapura, perdana menteri bisa digantikan jika kehilangan dukungan mayoritas di parlemen. Hal ini membuat sistem Indonesia lebih terpisah antara kekuasaan, sementara di Singapura lebih terintegrasi dan efisien dalam pengambilan keputusan.

Kedua negara memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing dalam menjalankan pemerintahan, sesuai dengan konteks sosial-politik dan kebutuhan nasionalnya.

  1. TABEL PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH

No

Unsur Perbandingan

Indonesia

Singapura

1

Sistem Pemerintah

Presidensial

Parlementer

2

Bentuk Pemerintah

Republik

Republik

3

Bentuk Negara

Kesatuan

Kesatuan

4

Badan Eksekutif

Presiden dan Wakil Presiden

Perdana Menteri

5

Badan Legislatif

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Parlemen

6

Badan Yudikatif

Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY)

Mahkamah Agung serta Peradilan Dibawahnya oleh Konstitusi Singapura


  1. ANALISIS KRITIS DAN REFLEKSI KELOMPOK

  1. Bentuk Negara dan Sistem Pemerintah

Indonesia dan Singapura sama-sama berbentuk negara kesatuan, namun sistem pemerintahannya berbeda. Indonesia menganut sistem presidensial, di mana presiden berperan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dengan kekuasaan eksekutif penuh dan dipilih langsung oleh rakyat. 

Sementara itu, Singapura menggunakan sistem parlementer, di mana perdana menteri menjadi kepala pemerintahan yang memimpin kabinet dari partai pemenang pemilu, sedangkan presiden lebih berperan simbolis dengan kewenangan terbatas. Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun keduanya berbentuk negara kesatuan, mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dijalankan dengan cara yang berbeda sesuai dengan kondisi politik masing-masing negara.

  1. Pemisahan Kekuasaan

Indonesia menerapkan pemisahan kekuasaan dengan prinsip trias politika, di mana eksekutif dijalankan Presiden yang dipilih langsung rakyat, legislatif oleh DPR, DPD, dan MPR yang membuat undang-undang serta mengawasi pemerintah, dan yudikatif oleh MA, MK, serta KY yang bersifat independen sehingga tercipta mekanisme checks and balances. 

Sementara itu, Singapura menganut sistem parlementer dengan pemisahan kekuasaan yang cenderung terpusat pada eksekutif; Presiden berperan simbolis, sedangkan Perdana Menteri bersama kabinet memegang kendali pemerintahan, dengan Parlemen yang sering dikuasai partai mayoritas dan lembaga yudikatif yang tetap independen, sehingga kekuasaan lebih dominan pada eksekutif demi efektivitas pemerintahan.

  1. Peran Kepala dan Kepala Pemerintah

Di Indonesia, Presiden merangkap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang berperan menjaga persatuan, mewakili negara di dunia internasional, sekaligus memimpin jalannya pemerintahan dan pembangunan nasional. 

Sementara di Singapura, Presiden bertindak sebagai kepala negara dengan fungsi simbolis dan pengawasan, sedangkan kepala pemerintahan dipegang Perdana Menteri yang memimpin kabinet serta mengatur kebijakan dan roda pemerintahan sehari-hari.

  1. Mekanisme Pemilihan Umum

Di Indonesia, mekanisme pemilihan umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Rakyat memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung setiap lima tahun sekali, begitu juga anggota DPR, DPD, serta DPRD melalui partai politik atau calon independen sesuai tingkatannya. Pemilu dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga independen. 

Sementara di Singapura, pemilu bersifat parlementer, dimana rakyat memilih anggota Parlemen setiap lima tahun melalui sistem distrik dengan calon dari partai politik atau independen. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, tetapi Perdana Menteri ditentukan dari partai mayoritas di parlemen, sehingga pemilu lebih berfokus pada perebutan kursi parlemen yang akan menentukan jalannya pemerintahan.

  1. Hubungan Antara Rakyat dan Pemerintah

Keterkaitan antara masyarakat dan pemerintahan di Indonesia dan Singapura mencerminkan pola yang berbeda sesuai dengan sistem politik dan budaya tiap negara.

Di Singapura, partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik berlangsung secara resmi dan terencana. Pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat melalui konsultasi publik, dewan deliberasi, serta platform digital yang memungkinkan warga untuk memberikan masukan. Penggunaan e-government dan inisiatif open data semakin memperkuat ikatan ini, karena masyarakat dapat mengawasi proses pemerintahan sekaligus berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan. Pola ini menggambarkan hubungan yang bersifat dari atas ke bawah, tetapi tetap menyediakan saluran resmi bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Di Indonesia, hubungan antara rakyat dan pemerintah cenderung lebih dinamis dan sering muncul dari masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam legislatif, pelayanan publik, dan pengawasan pemerintahan semakin transparan, baik melalui cara resmi maupun teknologi digital seperti aplikasi pengajuan aspirasi online. Namun, dampak masyarakat juga sering tampak melalui aksi bersama, mulai dari advokasi masyarakat sipil, isu yang viral di media sosial, hingga demonstrasi yang dapat mendorong pemerintah merubah kebijakan. Ini menunjukkan bahwa masyarakat berperan penting sebagai pengawas dan penekan agar kebijakan pemerintah lebih sesuai dengan kebutuhan rakyat.

Dengan demikian, pola hubungan di Singapura lebih menekankan pada partisipasi yang secara resmi difasilitasi oleh negara, sedangkan di Indonesia, hubungan ini berkembang melalui gabungan partisipasi formal dan inisiatif masyarakat. Meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya menunjukkan bahwa suara masyarakat tetap merupakan faktor penting dalam menentukan arah kebijakan negara.

  1. Prinsip Demokrasi dan Supremasi Hukum

Prinsip demokrasi dan keunggulan hukum di Indonesia dan Singapura memiliki ciri khas yang berbeda meskipun keduanya menjadikan hukum sebagai landasan dalam pemerintahan negara. Di Indonesia, prinsip demokrasi dijelaskan dalam UUD 1945 yang menyebutkan bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat. Ini tercermin melalui pemilihan umum yang jujur dan terbuka, keterlibatan publik dalam proses kebijakan, serta adanya sistem checks and balances melalui lembaga pengawas seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum. Supremasi hukum di Indonesia mengedepankan kesetaraan semua warga negara di depan hukum, mengharuskan transparansi, akuntabilitas, dan independensi sistem peradilan. Namun, dalam pelaksanaannya, penegakan hukum sering kali menemui kendala seperti korupsi, campur tangan politik, dan ketidakstabilan dalam implementasi.

Tidak sama seperti Indonesia, Singapura menerapkan sistem demokrasi parlementer dengan karakter “managed democracy” atau demokrasi yang terkelola. Dalam sistem ini, pemerintah—terutama Partai Aksi Rakyat yang berkuasa—memiliki peran signifikan dalam mengarahkan perkembangan dan memelihara stabilitas politik. Kekuasaan hukum di Singapura sangat tegas dalam hal prosedur, dengan fokus pada kepastian hukum, disiplin administrasi, dan efisiensi penegakan regulasi. Namun, hak sipil seperti berkumpul, mengungkapkan pendapat, dan berekspresi dibatasi secara ketat atas dasar keamanan serta kepentingan masyarakat. Model ini menciptakan pemerintahan yang stabil dan efektif, namun juga menghadapi kritik karena dianggap mengurangi ruang demokrasi secara signifikan.

Oleh karena itu, Indonesia lebih mengedepankan pluralisme politik dan hak asasi manusia meski masih menghadapi tantangan dalam penegakan hukum yang konsisten, sementara Singapura lebih menekankan stabilitas dan kepastian hukum dengan membatasi beberapa kebebasan politik warganya. Kedua negara mengalami tantangan yang berbeda: Indonesia terkait dengan integritas hukum dan independensi institusi, sedangkan Singapura dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas pemerintahan dan perlindungan kebebasan dasar

  1. Refleksi Kelompok

Dari diskusi tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan Indonesia serta Singapura, kelompok kami menyadari bahwa meskipun keduanya berbentuk negara kesatuan, sistem yang diterapkan memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Indonesia yang menganut sistem presidensial memberikan kesempatan luas bagi masyarakat untuk secara langsung memilih pemimpinnya, sementara Singapura dengan sistem parlementer menekankan pada efektivitas dan stabilitas pemerintahan melalui dominasi partai dominan.

Kami juga mengamati bahwa pemisahan kekuasaan di Indonesia lebih terlihat melalui prinsip checks and balances, meskipun dalam pelaksanaannya masih menghadapi berbagai tantangan seperti korupsi dan ketidakpastian hukum. Sementara itu, Singapura lebih menekankan pada efisiensi dan kepastian hukum, namun membatasi kebebasan politik warganya. Dari sini kita menyadari bahwa setiap sistem memiliki sisi positif dan negatif: Indonesia menonjol dalam keragaman dan partisipasi warganya, sementara Singapura unggul dalam kestabilan dan penegakan hukum.

Sebagai kelompok, kami menyadari bahwa Indonesia perlu mengambil pelajaran dari Singapura mengenai penegakan hukum yang kuat dan efisien, sementara Singapura dapat meniru Indonesia dalam memperbesar ruang demokrasi serta kebebasan sipil. Akhirnya, hubungan antara rakyat dan pemerintah di kedua negara menunjukkan bahwa pendapat masyarakat tetap merupakan elemen penting dalam menentukan kebijakan, meskipun cara yang digunakan berbeda sesuai dengan budaya politik masing-masing.

  1. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

  1. Kesimpulan

Indonesia dan Singapura sama-sama merupakan negara kesatuan berbentuk republik, namun memiliki sistem pemerintahan yang berbeda. Indonesia menganut sistem presidensial, dengan presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dipilih langsung rakyat, sedangkan Singapura menganut sistem parlementer dengan perdana menteri sebagai pemegang kekuasaan eksekutif utama. Pemisahan kekuasaan di Indonesia lebih menekankan prinsip checks and balances, sementara Singapura lebih menekankan efektivitas dan stabilitas pemerintahan yang cenderung terpusat pada eksekutif.

Dalam hal hubungan rakyat dan pemerintah, Indonesia menunjukkan dinamika partisipasi masyarakat yang lebih terbuka baik melalui pemilu, aksi masyarakat sipil, maupun media digital. Sebaliknya, Singapura menekankan partisipasi masyarakat secara formal dan terstruktur melalui konsultasi publik dan e-government. Dari sisi hukum, Indonesia menonjolkan pluralisme politik dan hak asasi manusia, namun masih menghadapi tantangan dalam penegakan hukum. Sementara itu, Singapura berhasil menjaga kepastian hukum dan stabilitas politik, tetapi dengan pembatasan kebebasan sipil.

  1. Rekomendasi

Indonesia dan Singapura memiliki keunggulan dan hambatan dalam sistem pemerintahan mereka. Untuk Indonesia, tindakan yang dapat diambil adalah memperkuat konsistensi penegakan hukum, meningkatkan efektivitas checks and balances, serta meniru efisiensi pengelolaan pemerintahan seperti di Singapura tanpa mengurangi prinsip demokrasi. Sementara itu, untuk Singapura, pemerintah bisa memberikan kesempatan demokrasi yang lebih luas sehingga partisipasi masyarakat tidak hanya formal, tetapi juga substansial, serta mendorong keberagaman politik agar tidak terfokus pada satu partai utama.

Untuk kedua negara, sangat penting untuk terus mempertahankan supremasi hukum, akuntabilitas, dan transparansi dalam pemerintahan. Keseimbangan antara kestabilan pemerintahan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia juga perlu diperhatikan, sebab hal tersebut merupakan kunci untuk menciptakan pemerintahan yang kuat namun tetap demokratis.

  1. DAFTAR PUSTAKA

Thio, L.-A. (2012). The Rule of Law in Singapore: Legal Communitarianism, Paternal Democracy and the Developmentalist State. National University of Singapore.

Dian Purnomo. (2021). Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia dan Sistem Pemerintahan Parlementer di Singapura. Jurnal Hukum & Ketatanegaraan.

Ahmad Yani. (2018). Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945: Teori dan Praktik. Lentera Hukum, 5(2), 233–248.

M. Y. Al-Arif. (2017). Anomali Sistem Presidensial di Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945. Ius Quia Iustum, 24(3), 460–481.


Campos, J. E., & Gonzalez, J. L. (1999). Deliberation councils, government-business-citizen partnerships, and public policy-making: Cases from Singapore, Malaysia, and Canada. Policy Sciences, 32(1), 1–23. Springer.

Febriani, R., Luthfi, Z., & Waldi, A. (2021). Participation of citizen as social capital in LAPOR! application in Indonesia. Journal of Informatics and Vocational Education, 4(2), 79–87.

Ho, K. L. (2000). Citizen participation and policy making in Singapore. Asian Journal of Political Science, 8(2), 31–48.

Purnomo, A. S. (2018). Citizen-oriented service delivery and innovation (A case study of passport office in Indonesia). Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, 9(2), 125–137.

Wardana, I. G. A. P., Sukardi, S., & Salman, D. (2023). Public participation in the law-making process in Indonesia. Jurnal Media Hukum, 30(2), 211–230.

Journal of Governance and Public Policy. (2023). E-government development on control corruption: A lesson learned from Singapore. Journal of Governance and Public Policy, 10(2), 165–177.

Apriliyani, N. V., Ashfiya, R., Firdaus, R. G., Amalia, N. S., Nurjanah, S., Nurjanah, S. R., & Harefa, B. S. (2023). Perbandingan pembangunan negara Indonesia dan negara Singapura. Karimah Tauhid, 3(11). 

Dalimunthe, P. C., Ash-Shiddiqy, A. R., Indah, N. L., Siregar, K. Z., Muliana, M., & Priscarina, R. (2024). Perbandingan sistem pendidikan Indonesia dan Singapura: Tinjauan literatur dan implikasinya terhadap kualitas pendidikan nasional. Knowledge: Jurnal Inovasi Hasil Penelitian dan Pengembangan, 5(2). 

Harumawati, D. M., Istiq’faroh, N., & Muhimmah, H. A. (2022). Studi perbandingan sistem pendidikan di Indonesia dengan Singapura. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 9(2). 

Kosim, M. (n.d.). Belajar dari negara tetangga Singapura. Karsa: Jurnal Ilmiah. 

Saleh, M., Ismail, I., & Mau, H. A. (2022). Perbandingan hukum tata negara antara Indonesia dan Singapura. Jurnal Impresi Indonesia, 1(5).

Suryadinata, L., & Dharma Negara, S. (2025). Indonesia–Singapore cultural relations: Historical legacy and contemporary challenges. ISEAS-Yusof Ishak Institute. 

World Bank. (2022). Doing Business 2022: Comparing Business Regulation in 190 Economies.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS MANDIRI 01: DIAH RESTI ASTUTI E07

  Mata Kuliah:  Pendidikan Kewarganegaraan  Topik Refleksi:  Sikap sebagai Warga Negara dalam Konteks Kampus  Nama Mahasiswa:  Diah Resti Astuti NIM:  43125010204  Tanggal: 19 September 2025 Pemahaman Konsep Jelaskan secara singkat apa yang Anda pahami tentang konsep kewarganegaraan aktif dan bertanggung jawab. Contoh: Apa arti menjadi warga negara yang baik di lingkungan kampus? Jawab: Kewarganegaraan aktif dan bertanggung jawab adalah kesadaran yang tidak hanya memiliki status sebagai warga negara, melainkan berperan nyata dalam kehidupan bersama. Contoh pada saat di lingkungan kampus yaitu tampak dari sikap mahasiswa yang taat aturan, menghargai keberagaman, aktif kegiatan positif, dan menjaga fasilitas kampus. Mahasiswa yang baik juga berani dalam menyampaikan pendapat secaraa santun serta ikut menciptakan suasana belajar yang kondusif. Oleh karena itu, menjadi warga negara yang baik di kampus bukan hanya berprestasi dalam. Pengala...

TUGAS TERSTRUKTUR 01 : DIAH RESTI ASTUTI E07

  MENANAMKAN NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MAHASISWA   Diah Resti Astuti NIM: 43125010204   Abstrak Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup bangsa harus diinternalisasi dalam diri mahasiswa melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Di era digital dan globalisasi, mahasiswa menghadapi tantangan serius seperti krisis identitas, hoaks, dan pengaruh budaya asing. PKn di perguruan tinggi tidak hanya berfungsi sebagai mata kuliah wajib, tetapi juga sarana strategis untuk membentuk karakter mahasiswa yang demokratis, kritis, toleran, dan berjiwa kebangsaan. Agar efektif, PKn perlu dikembangkan dengan kurikulum relevan, metode kreatif, bahan ajar kontekstual, dosen kompeten, serta dukungan institusi dan regulasi pemerintah. Dengan langkah tersebut, nilai-nilai Pancasila dapat benar-benar dihidupkan dalam sikap dan tindakan mahasiswa, sehingga melahirkan generasi cerdas sekaligus berkarakter kuat. Kata Kunci: Pancasila, pendidikan kewarganegaraan, karakter...

TUGAS MANDIRI 02 : DIAH RESTI ASTUTI E07

    Studi Pustaka tentang Sistem Pemerintahan Berdasarkan UUD 1945 dan Literatur Ilmiah Diah Resti Astuti E07 PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pemerintahan di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga kini terus mengalami perubahan. UUD 1945 berfungsi sebagai dasar utama dalam mengatur interaksi antar lembaga negara, distribusi kekuasaan, serta pelaksanaan kedaulatan rakyat. Walaupun secara teori Indonesia menganut sistem presidensial, praktik pemerintahan tetap memperlihatkan unsur parlementer, yang mengakibatkan perdebatan tentang konsistensi pelaksanaannya. Amandemen UUD 1945 antara tahun 1999–2002 menghadirkan perubahan besar bagi sistem pemerintahan, khususnya dengan peningkatan peran DPR, pembatasan periode jabatannya presiden, serta penguatan prinsip checks and balances . Transformasi ini tidak hanya menyesuaikan tata pemerintahan dengan kemajuan politik, tetapi juga mendorong terciptanya mekanisme demokrasi yang lebih transparan. Sebaliknya, penerapan asas demokrasi dan...